PALU, Sararamedia.net - Dampak perubahan iklim menjadi ancaman yang kian nyata bagi keberlangsungan dan masa depan peradaban manusia.
Direktur Yayasan Rumah Bahari Gemilang (Rubalang), Moh Tofan Saputra, menyatakan sejumlah penelitian memprediksi kondisi kehidupan di 2050 akan lebih parah dibanding masa pandemi Covid-19 maupun El Nino.
``Kita sudah merasakan bagaimana situasi Covid-19, lockdown dimana-mana. Kita merasakan dampak El Nino, di mana cuaca di Palu sangat panas. Di 2050, menurut beberapa penelitian akan kita rasakan lebih parah dari itu,`` katanya di acara Festival Media (FesMed) 2 Hijau 2023. Bertempat di Taman Gor, Kota Palu, Senin pagi, (11/12/2023).
Festival Media Hijau tahun ini mengangkat tema "Aksi Media untuk Perubahan Iklim dan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Tofan menyikapi serius soal potensi ancaman dari dampak perubahan iklim. Bahkan, ia menggambarkan saat ini umat manusia sedang meniti jalan menuju kepunahan.
Menurutnya, aktivitas manusia turut mengambil peran yang berdampak pada pemanasan global sebagai pemicu mendasar perubahan iklim.
Gas-gas berupa karbon yang dilepaskan dari berbagai aktivitas di bumi menimbulkan efek rumah kaca di atmosfer.
Hal ini kemudian membuat paparan sinar matahari tak bisa terpantul keluar karena tertahan oleh efek Gas Rumah Kaca (GRK).
``Suhu panas yang masuk ke bumi tidak bisa keluar karena tertahan oleh karbon, atau biasa disebut rumah kaca. Karbon ini berasal dari beragam aktivitas kita (manusia), mulai dari baju yang dipakai dan makanan yang tidak sehat yang kita konsumsi. Semua aktivitas kita mengeluarkan emisi,`` ungkapnya.
``Bayangkan kita terus hidup seperti ini, belum lagi ditambah aktivitas pembukaan lahan dan pertambangan. Bumi makin panas, artinya kita (manusia) sedang menuju kepunahan,`` ujar Tofan.
Yayasan Rubalang binaan Tofan merupakan organisasi nirlaba berbasis di Palu yang berfokus pada konservasi laut dan ketahanan iklim.
Sejak didirikan pada tahun 2014, ia bersama kawan-kawannya perlahan merubah pola pikir dan gaya hidup yang adaptif untuk mengurangi jejak karbon.
``Saya di rumah sudah mengganti penggunaan botol plastik dengan thumbler untuk minum. Dulu, saya bisa memakasi berlembar-lembar tisu untuk mengelap keringat. Namun saat ini, satu lembar tisu saya bagi dua. Karena berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk memproduksi tisu``. tandas Tofan. (***)