PALU, Sararamedia.id - Pemutusan kontrak kerja terhadap empat petugas keamanan (security) yang bertugas di Bank Indonesia (BI) oleh PT. Trans Dana Profitri (TDP) menjadi sorotan tajam. Langkah tersebut dinilai sebagai preseden buruk, mengingat peran petugas keamanan sangat vital dalam operasional perbankan.
Sumantri Sudirman, salah satu petugas yang terdampak, menyebut tindakan tersebut sebagai pemecatan sepihak yang tidak sesuai prosedur.
``Istilah 'pemutusan kontrak' hanya bahasa halus yang digunakan. Ini pemecatan sepihak tanpa dasar yang jelas,`` ujar Sumantri, Jumat (22/11/2024), di sebuah warung kopi di Kota Palu.
Keempat petugas diberhentikan dengan alasan pelanggaran disiplin, yakni merokok di area terlarang. Namun, Sumantri membantah tuduhan tersebut.
``Saat itu saya sedang berdiskusi dengan staf TDP dari Jakarta. Tuduhan itu tidak memiliki bukti kuat,`` tegasnya.
Ia juga menduga laporan berasal dari salah satu oknum di Bank Indonesia dengan tujuan menjatuhkan mereka.
``Kami langsung menerima Surat Peringatan (SP 1), kemudian diputus kontrak tanpa melalui tahapan SP 3. Ini tindakan yang jelas sepihak,`` lanjut Sumantri, yang pernah menjabat sebagai Kepala BNN di Donggala dan Palu.
Sumantri mencurigai adanya "kongkalikong" antara oknum Bank Indonesia dengan PT. TDP. Dalam surat pemutusan kontrak yang diterima pada Oktober 2024, disebutkan bahwa kinerja mereka selama tiga bulan terakhir tidak memuaskan. Namun, ia merasa alasan tersebut tidak transparan.
Sumantri juga menyebut telah mencoba meminta klarifikasi dari Direktur Bank Indonesia, Rony. "Sayangnya, tanggapan yang diberikan hanya menyebut bahwa keputusan ada di pihak TDP," ujarnya kecewa.
Sementara itu, Direktur Bank Indonesia, Rony, ketika dikonfirmasi, menyatakan pihaknya sedang dalam proses klarifikasi dengan PT. TDP.
``Kami hanya pengguna jasa. Mudah-mudahan segera ada kejelasan dan transparansi dari pihak terkait,`` ucap Rony melalui pesan WhatsApp.
Hingga berita ini diturunkan, Bank Indonesia belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait konflik ini.
Pemutusan hubungan kerja harus dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Perusahaan penyedia jasa maupun pengguna jasa perlu memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan hak pekerja. Transparansi menjadi kunci untuk menyelesaikan polemik seperti ini demi keadilan bagi semua pihak. (***)