Tuduhan Gakkumdu Wilayah Sulawesi dan BBTNLL Terhadap Petani Sigi Dianggap Berlebihan
- By REDAKSI --
- Monday, 18 Dec, 2023
Foto Ilustrasi : Petani (Dok/BorobudurNews)
DKI JAKARTA, Sararamedia.net - Pada Tanggal 11 Desember 2023 lalu telah terjadi penangkapan terhadap 3 orang petani atas nama Farid, Arwin dan Emon, oleh Tim Operasi Pengamanan Hutan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi bersama dengan Tim Patroli Pengamanan Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Ketiganya dituduh sedang melakukan aktifitas penambangan tanpa izin di dalam kawasan taman Nasional Lore Lindu.
Pihak keluarga baru mengetahui bahwa anggota keluarganya telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas II Kota Palu melalui surat penahanan yang dilayangkan kepada keluarga dua hari setelah proses penahanan dilakukan.
Melalui lampiran surat penahanan tersebut, diketahui bahwa proses penyidikan telah rampung dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2023 dengan putusan ditetapkanya ketiga orang petani sebagai tersangka yang selanjutnya mendapatkan sanksi penahanan sejak tanggal 13 Desember 2023 hingga 1 Januari 2024.
``Atas proses tersebut, kami menilai bahwa proses penahanan yang dilakukan adalah improsedural sebab surat penahanan diberikan kepada keluarga dua hari setelah proses penahan dilakukan dan bahkan setelah proses penyidikan telah rampung dilakukan sehingga korban tidak memiliki kesempatan untuk meminta hak untuk mendapatkan pembelaaan dan pendampingan hukum,`` kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Mohammad Ali, melalui rilis yang diterima media ini, Senin, (18/12/2023) waktu setempat.
Selain itu, kata dia, dalam proses penangkapan yang disebut sebagai kegiatan Operasi Pengamanan Hutan dalam rilis resmi GAKUMMDU Wilayah Sulawesi dan BBTNLL tertanggal 18 Desember, 2023, personel yang terlibat dalam operasi tersebut juga rupanya dipersenjatai dengan senjata organik yang tampak dalam foto yang dilampirkan dalam rilis tersebut.
Hal itu tentunya adalah bagian dari tindakan teror dan intimidasi yang dilakukan GAKKUMDU dan BBTLL terhadap rakyat serta menunjukkan bahwa sejak awal GAKKUMDU pun juga BBTNLL telah mendudukan rakyat lingkar kawasan taman Nasional sebagai pelaku criminal.
``Kami juga menilai bahwa tuduhan yang diberikan oleh BBTNLL dan GAKKKUMDU Wilayah Sulawesi terhadap 3 orang petani yang ditangkap adalah berlebihan karena sesungguhnya mereka hanya sedang mengumpulkan batuan material sisa pertambangan yang telah ditutup sejak bulan Mei tahun 2023 lalu,`` sebutnya.
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan seperti, 1 buah linggis, 1 buah Martil dan 1 buah alat tibe yang oleh GAKUMMDU dan BBTNLL disebut ditemukan di lokasi penangkapan adalah bukan milik ketiga korban tersebut kecuali parang yang memang selalu di bawa layaknya kaum tani pada umumnya ketika berpegian ke ladang ataupun hutan serta ¼ karung batuan yang sudah berhasil mereka kumpulkan sebelum penangkapan dilakukan.
Berdasarkan penuturan keluarga dan tetangga, Diketahui bahwa Bapak Farid dan Bapak Arwin sehari-hari bekerja sebagai buruh tani saat musim tanam dan musim panen dan diluar musim tersebut mereka akan menjadi pekerja serabutan.
``Bapak Farid dan bapak Arwin sebenarnya juga memiliki lahan perkebunan yang ditanami berbagai komoditas seperti Kemiri, Vanili maupun kelapa yang juga telah diklaim sebagai kawasan hutan yang hasilnya saat ini tidak lagi produktif bahkan kemiri sudah tidak lagi berbuah lebat sejak Gempa tahun 2018 yang telah mengakibatkan kekeringan di wilayah aliran DAS Gumbasa yang selanjutnya diperparah oleh berbagai penomena perubahan Iklim seperti Badai Elnino yang mengakibatkan kemaru panjang yang tentunya juga berdampak buruk terhadap pertaniain rakyat. Rusaknya mata pencaharian ditambah lagi dengan Pandemi Covid 19 yang sangat panjang semakin memperburuk situasi ekonomi sehingga tidak sedikit keluarga tani terjerat hutang pinjaman “Tanggu Renteng” yang harus dibayar mingguan termasuk Bapak Farid dan Bapak Arwin,`` ujarnya.
Untuk itu, sambung Mohammad Ali, Farid dan Arwin terpaksa harus bekerja serabutan termasuk mencoba peruntungan dengan mengumpulkan batuan sisa tambang dengan harapan bisa dijual untuk bertahan hidup dan membayar hutang yang sayangnya ditangkap oleh GAKKUMDU dan BBTNLL dalam percobaan pengumpulan pertamanya.
``Bapak Farid dan Bapak Arwin juga adalah tulang punggung keluarga yang harus menghidupi keluarga dan membiayai pendidikan anak-anak mereka. Sehingga sontak setelah ditahan, keluarga tak lagi memiliki sumber pendapatan sama sekali karena kehilangan satu-satunya tenaga yang selama ini bekerja untuk mencari nafkah,`` tambah dia.
Tindakan kekerasan dan kriminalisasi di wilayah taman Nasional Lore Lindu ini bukan kali pertama, tetapi tindakan kriminalisasi kali ini menjadi pelengkap dari catatan buruk tindakan pelenggaran HAM yang telah dilakukan oleh BBTNLL terhadap rakyat lingkar Kawasan TNLL.
Sebelumnya, pada tahun 2013 telah terjadi penangkapan terhadap 1 orang petani di Kabupaten Poso dengan tuduhan melakukan pembalakan liar, selanjutnya pada tahun 2014 13 orang petani dongi-dongi dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan penebangan liar dan pada tahun 2016 14 orang petani Dongi-dongi ditembaki saat sedang melakukan persiapan aksi demonstrasi menuntut tapal Batas TNLL.
``Kami menilai bahwa muara dari serangkaian tindakan kekerasan dan kriminalisasi di wilayah TNLL ini adalah klaim BBTNLL terhadap tanah dan wilayah rakyat lingkar kawasan TNLL yang sejak lama telah dipermasalahkan rakyat lingkar TNLL sebab jauh sebelum kehadiran BBTNLL kawasan tersebut bukanlah tanah kosong melainkan tanah yang telah digarap dan dimanfaatkan oleh rakyat sekitar dan pemanfaatan tersebut masih berlangsung hingga saat ini,`` bebernya.
Kehadiran BBTNLL dengan penguasaan tanah yang sangat luas yaitu mencapai 215.733,70 Ha tentunya telah mempersempit lahan garapan rakyat dan setahap demi setahap mengisolasi rakyat dari wilayah kelolanya.
Atas situasi ini, pihaknya selaku Aliansi Gerakan Reforma Agraria menuntut diantaranya :
1. Hentikan proses hukum dan Bebaskan Bapak Farid, Arwin dan Emon karena mereka tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum sebagaimana yang dituduhkan.
2. Berikan hak rakyat Sidondo I dan seluruh rakyat lingkar Taman Nasional Lore Lindu untuk berladang dan memanfaatkan hasil hutan serta seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya secara adil dan bertanggung jawab.
3. Hentikan tindakan terror, intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap rakyat SIdondo Idan seluruh rakyat lingkar TNLL.
4. Cabut SK Penetapan BBTNLL karena merampas tanah dan wilayah rakyat.
5. Laksanakan reforma Agraria Sejati sebagai solusi tenurial sejati bagi rakyat. (***)