STAIN Meulaboh Daerah Istimewa Aceh Libatkan Guru Besar UIN Palu Moderasi Beragama

PALU, Sararamedia.net - Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Provinsi Aceh, melibatkan Guru Besar Pemikiran Islam Modern Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Profesor Zainal Abidin dalam penguatan moderasi beragama di  lingkungan STAIN Meulaboh.

``Untuk mencegah penyalahgunaan agama bagi kepentingan pragmatis yang berpotensi merusak kerukunan umat beragama, maka tidak ada jalan lain, umat harus memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam beragama,`` kata Profesor Zainal Abidin, Kamis, (30/11/2023) waktu setempat.

Profesor Zainal Abidin dihadirkan oleh STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh sebagai pembicara utama pada kuliah umum dengan tema penguatan moderasi beragama dalam bingkai keislaman dan keindonesiaan.

Profesor Zainal Abidin sebagai Tokoh Pembaharuan Islam Sulawesi Tengah menyatakan bahwa untuk merawat kerukunan umat beragama, maka umat beragama harus memiliki kepekaan sosial dan kecerdasan dalam beragama.

``Di sinilah posisi penting para kaum cendekia memainkan perannya dalam menanamkan kedewasaan beragama bagi masyarakat. Sehingga agama berfungsi sebagai elemen utama dalam mewujudkan integrasi sosial, dan bukannya menjadi akar konflik,`` sebutnya.

Profesor Zainal Abidin yang juga Rais Syuriah PBNU menyatakan bahwa agama memiliki lima fungsi terdiri dari fungsi edukatif, penyelamat, sosial control, sosial integratif dan fungsi transformatif.

Dalam sebuah masyarakat yang multireligi seperti Indonesia, kata dia, fungsi sosial agama hanya akan efektif manakala semua agama dapat menjalin kerja sama dan saling mendukung satu sama lain dalam suasana yang toleran dan harmonis. 

``Untuk dapat mewujudkan jalinan kerja sama antar penganut agama, maka yang perlu dielaborasi lebih jauh adalah dimensi esoterik (substansi) dari ajaran agama karena pada dimensi ini semua agama dapat bertemu,`` ungkapnya.

Zainal Abidin yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng menyatakan sudah saatnya umat diajarkan beragama secara subtantif, bukan keberagamaan formalistik simbolik, yang sangat mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu di luar kepentingan agama bahkan bertentangan dengan spirit agama.

``Dan moderasi beragama, mengakomodir lima fungsi tersebut. Moderasi beragama adalah cara beragama yang moderat, tidak ekstem. Cara beragama yang damai, toleran dan menghargai perbedaan,`` ungkapnya.

Ia menyebut bahwa semua agama mengajarkan moderasi. Tuhan menurunkan agama melalui nabi untuk menjaga harkat dan martabat manusia yang harus dilindungi sesuai konteks kemanusiaan.

``Yang ingin kita tuju adalah kerukunan yang tidak perlu mengorbankan keyakinan dan kemurnian masing-masing agama. Kita menghendaki para penganut agama memiliki iman yang kokoh terhadap ajaran agamanya masing-masing, tetapi di sisi lain bersifat terbuka dalam menerima dan mengapresiasi keyakinan penganut agama lain, sehingga memungkinkan mereka untuk hidup bersama, toleran, dan saling mendukung dalam kehidupan sosial sebagai sesama anak bangsa``. tukasnya. (Mat)

 


Comment As:

Comment (0)